Bersusah Payah Mencari Kembaran Planet Bumi
Siapa sangka, di galaksi bima sakti terdapat ribuan planet kecil yang tidak biasa. Serangkaian dugaan bahwa planet-planet tersebut berpotensi menjadi 'calon' Bumi berikutnya tak hentinya diperdebatkan.
Mereka kebanyakan adalah planet Goldilocks, planet yang berada dalam zona bintang layak huni (star's habitable zone). Sebelum jauh ke arah sana, planet-planet kecil tersebut tidak mungkin terdeteksi tanpa bantuan teknologi seperti teleskop.
Sumber berita New York Times menyebutkan, seiring banyaknya planet-planet kecil yang kian bermunculan, para ahli astronomi dan peneliti semakin gencar merencanakan langkah berikutnya untuk melakukan pengukuran secara nyata terhadap planet yang berpotensi menopang kehidupan.
Namun, para ilmuwan tersebut masih mencemaskan soal minimnya peralatan yang akan dibutuhkan untuk mempelajari lebih rinci mengenai eksoplanet tersebut.
Sejauh ini, instrumen Kepler besutan badan antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA) seringkali digunakan sebagai alat pencarian planet asing.
Menurut juru bicara Ames Research Center NASA, Michele Johnson, Kepler sudah menemukan 4.175 planet berpotensi, 1.004 di antaranya sudah dikonfirmasi kebenarannya. Masalahnya, kebanyakan planet tersebut berjarak ratusan tahun cahaya dari Bumi, terlalu jauh untuk diteliti.
"Kita bisa menghitung (planet temuan) sebanyak mungkin, tapi sampai kita mampu observasi atmosfer dan menilai daya gas rumah kacanya, kita tak akan paham betul suhu permukaannya seperti apa," ujar pakar teori planet Massachusetts Institute of Technology, Sara Seager.
Selanjutnya, menemukan planet Goldilocks menjadi tugas dari satelit Transiting Exoplanet Survey (TESS) hasil prakarsa NASA yang akan diluncurkan 2017 mendatang.
Namun, TESS dianggap kurang cukup kuat untuk mengidentifikasi cuaca dan rincian seputar air dan atmosfer dari planet-planet tersebut.
Rencana peluncuran NASA berikutnya adalah teleskop James Webb Space pada 2018 mendatang. Teleskop berdiameter 6,5 meter ini akan mengamati planet yang memiliki ukuran seperti Jupiter.
Nyatanya, teleskop luar angkasa yang bisa digunakan untuk mempelajari eksoplanet harus memiliki diameter 10 atau 12 meter. Sementara ini, satelit Bumi paling besar berdiameter 10 meter.
Untuk mengatasinya, Seager bersama rekan penelitinya menuliskan laporan terpisah untuk konsorsium sejumlah universitas yang menjalankan observatorium.
Tujuan konsorsium tersebut adalah agar mereka mendapatkan semacam pusat penelitian untuk pelajari eksoplanet yang memiliki tanda-tanda kehidupan. Inisiasi tersebut kabarnya akan diproses oleh National Academy of Science sekitar tahun 2020-an.
Kita lihat saja bagaimana kelanjutan perkembangan peralatan astronomi mumpuni yang sekiranya bisa lakukan penelitian rinci terhadap 'calon' Bumi di luar sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar