Halaman

Minggu, 22 Maret 2015

Penghuni Rimba Tak Ada lagi

Bagi para penggiat alam bebas serta penempuh rimba,tentu menyadari bahwa rimba dan isinya adalah milik alam yang sebaiknya bisa kita nikmati apa adanya dan se alami mungkin,tanpa noda tanpa cela dan bahkan tanpa terganggu dengan ulah manusia yang sembrono. Ulah merusak alam lah yang merugikan berbagai pihak,baik kita sebagai manusia maupun penghuninya yang selain tumbuhan juga hewan,alangkah sedihnya bukan? Saat sampai di separuh jalan di Gunung Lawu,sering di jumpai monyet dan Elang Jawa yang gagah,dikala di Gunung Rinjani,masih bisa kita lihat sekawanan Banteng liar,harimau,gajah dll yang masih bisa bebas menikmati rumahnya.

Tetapi fenomena seperti itu teramat jarang kita temui di setiap gunung dan rimba yang kita tempuh,bahkan akan sangat mudah kita menemukan sampah bertebaran disana.Siapa yang salah? Ya kita manusia yang tak bisa menjaga dan merawatnya,paling tidak tak mau peduli. Bahkan keberadaan bunga abadi Edelweis sudah termata rusak disepanjang kalur dekat suatu puncak gunung, karena mereka dipetik hanya untuk sekedar menjadi penghias dan petunjuk kebanggaan bahwa telah sampai di suatu puncak gunung. Dan kala sekarang malah teramat banyak bunga Edelweis yang di jual di pasaran daerah kota atau tempat wisata. sedih dan heran sebegitu teganya manusia terhadap alam. Karena Edelweis hanya tumbuh dan senang di daerah yang bersuhu dingin seperti puncak gunung bukan di dalam pot lalu berdiri di meja dekat ruang tamu sebuah rumah. Tetapi sekarang jika ingin sekedar melihat Edelweis di Merbabu dan Merapi,kita harus berjuang maha hebat karena letak Edelweis di tebing curam yang tak bisa di jangkau manusia, karena yang tumbuh di daerah datar telah habis karena keserakahan dan ego manusia. Sayang sekali.


Artikel ini aku buat berdasar hasil obrolan di Yahoo Messenger dengan sahabat yang juga peduli dengan alam,Jeng Diana sang Owner Weblog myworldwords yang akhirnya menjadikan inspirasi berdasar pengalaman Belantara Indonesia dalam menempuh rimba selama ini. Bahkan di pasar,semacam pasar serba ada di perkotaan juga ada yang menjual hewan yang berasal dan jelas hidupnya hanya di rimba atau hutan,misalnya Elang, Rajawali, kucing hutan, kera, dll yang tentunya demi mencari keuntungan walau itu dilarang oleh undang-undang dan cara menjualnya pun juga gelap alias tanpa ijin dan diam-diam.Harga yang di patok sangatlah mahal untuk mereka hewan hutan.Pantaskah? Semua kembali ke norma manusianya sebagai mahluk beradab.

Saat kami berada di Gunung Slamet Banjarnegara, kebetulan di Pos 1 Cigowong kami membuka tenda,sepanjang malam kera - kera hutan turun menyisir tenda mencari sisa makanan kami, sama sekali tidak mengganggu, mereka hanya mencari makan! Jadinya kami juga hanya diam dan tak mengusir mereka karena kami sadar mereka juga seperti kita mencari sesuap makan, entah buat mereka sendiri atau juga untuk anak - anaknya.Tegakah kita merusaknya?..Tidak tentunya jawaban manusia berakhlak mulia. Di Pos 1 gunung Lawu jika beruntung kita bisa menemui anak harimau yang keluyuran di habitatnya,mereka tak mengganggu dan mereka sadar diri bahwa sudah nyaman hidup di rumahnya sehingga mereka cuek keluyuran jual tampang disana.Tentu anak harimau tadi tak sambil merokok ya....:) Dan juga ular mudah di temui jika kita beruntung, Pada dasarnya saat kita menuju rimba dan gunung kenapa hewan - hewan sulit kita jumpai ( jumpa fans? ) karena merekalah yang takut manusia, mereka berpikir mereka akan di ganggu,sehingga mereka mencari tempat yang susah dijangkau manusia. Wajar bukan? Mengapa seperti di Lawu misalnya justru kita mudah menjumpai para Dukun yang menuju puncak sambil membawa aneka barang seperti kemenyan dibanding bertemu dengan penghuni rimba aslinya? Fenomena mengenaskan!

Maka salut bagi penjaga Lawu di Cemoro Kandhang dan Cemoro Sewu yang akan memeriksa tas bawan para pendaki yang turun dari gunung guna memastikan ada Edelweis atau tidak dalam tas.karena jika ditemukan sangsinya lumayan berat,yaitu harus mengembalikan di tempat Edelweis tadi dipetik, padahal jelas Edelweis hanya tumbuh di bawah Puncak, daerah yang bertemperatur dingin dan jauh dari jangkauan manusia.yah jika sampai naik lagi menuju puncak sementara badan sudah lelah karena naik turun ya itulah hukuman yang lumayan sepadan atas ulah yang tak terpuji, merusak alam! Semoga tema dan cara seperti di Lawu juga diterapkan di banyak Base Camp gunung - gunung di Indonesia, sehingga akan tetap terjaga para penghuni rimba. Akhirnya, mari kita jaga perilaku kita dengan bijaksana, tak ada gunanya merusak alamataupun untuk berbangga diri dengan mengambil yang hanya alam yang berhak memiliki. Terima kasih atas nama Belantara Indonesia buat para pecinta alam se Indonesia dimana saja atas kemauan dan kepeduliannya terhadap alam rimba Indonesia, dan Spesial terima kasih untuk Jeng Diana dan Mas Anas Blogernas yang telah memberi inspirasi dalam banyak hal,semoga  semakin hijau bumi kita. Salam Rimba!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar